
KPK Geledah Rumah Ridwan Kamil Terkait Dugaan Korupsi di BJB
Tekno Jogja – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan di rumah Mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil (RK), sebagai bagian dari penyidikan kasus dugaan korupsi dalam proyek iklan di PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB). Tindakan tersebut dilakukan berdasarkan petunjuk yang ditemukan dalam proses penyelidikan sebelumnya.
Pelaksana Harian (Plh) Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo Wibowo, menyatakan bahwa setiap penggeledahan yang dilakukan oleh pihaknya selalu berlandaskan bukti awal yang telah dikumpulkan. Oleh karena itu, beberapa lokasi dipilih sebagai target dalam penyidikan kasus ini, dan rumah RK menjadi tempat pertama yang digeledah berdasarkan keputusan penyidik.
Meskipun demikian, Budi tidak memberikan penjelasan secara rinci mengenai alasan utama pemilihan rumah RK sebagai lokasi pertama yang diperiksa. Ia hanya mengungkapkan bahwa keputusan tersebut diambil secara strategis karena dianggap sebagai langkah awal yang paling penting dalam proses penyidikan.
Menanggapi penggeledahan tersebut, Ridwan Kamil telah menyatakan bahwa dirinya siap bersikap kooperatif dan akan mendukung penuh proses penyelidikan yang sedang berjalan. Ia mengakui bahwa tim KPK telah mendatanginya dengan membawa surat tugas resmi terkait kasus dugaan korupsi di BJB.
Sebagai warga negara yang taat hukum, RK menegaskan bahwa dirinya akan bersikap terbuka dan membantu KPK dalam menjalankan tugasnya secara profesional. Namun, ia memilih untuk tidak memberikan keterangan lebih lanjut mengenai penggeledahan tersebut dan menyerahkan sepenuhnya kepada KPK untuk menjelaskan perkembangan kasus ini kepada publik.
Dalam perkara ini, penyidik KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka, termasuk Direktur Utama PT BJB, Yuddy Renaldi (YR), dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sekaligus Kepala Divisi Corporate Secretary (Corsec) BJB, Widi Hartoto (WH). Selain itu, terdapat tiga tersangka lainnya yang berasal dari pihak agensi periklanan, yaitu Antedja Muliatama dan Cakrawala Kreasi Mandiri yang dikendalikan oleh Ikin Asikin Dulmanan (IAD), pengendali BSC Advertising dan Wahana Semesta Bandung Ekspres, Suhendrik (S), serta pengendali Cipta Karya Sukses Bersama, Sophan Jaya Kusuma (SJK).
Menurut Budi, dua tersangka dari BJB, yaitu YR dan WH, diduga telah menyiapkan beberapa agensi tertentu untuk memenuhi kebutuhan dana non-budgeter secara tidak sah. Proses penunjukan agensi tersebut pun dinilai tidak sesuai dengan regulasi internal BJB terkait pengadaan barang dan jasa. Selain itu, mereka juga diduga telah mengatur agar agensi yang mereka pilih dapat memenangkan proyek penempatan iklan tersebut.
Lebih lanjut, Budi menjelaskan bahwa pihak agensi yang terlibat dalam kasus ini telah mencapai kesepakatan dengan pihak BJB untuk bersama-sama melakukan tindakan yang merugikan keuangan negara. Oleh karena itu, kelima tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dengan penyidikan yang terus berlangsung, KPK diharapkan dapat mengungkap lebih jauh mengenai aliran dana dalam kasus ini serta mengidentifikasi pihak-pihak lain yang kemungkinan terlibat. Transparansi dan akuntabilitas dalam proses hukum menjadi hal yang sangat penting untuk memastikan kepercayaan publik terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.