JD Vance Kritik Regulasi AI Uni Eropa yang Dinilai Menghambat Inovasi
4 mins read

JD Vance Kritik Regulasi AI Uni Eropa yang Dinilai Menghambat Inovasi

Tekno Jogja – Wakil Presiden Amerika Serikat, JD Vance, pada Selasa (11/2), mengungkapkan pandangannya mengenai kebijakan regulasi kecerdasan buatan (AI) yang diterapkan oleh Uni Eropa (EU). Ia menilai bahwa pendekatan regulasi yang terlalu ketat dapat menghambat pertumbuhan industri transformatif. Pendapat ini disampaikannya dalam pertemuan puncak AI yang berlangsung di Paris.

Dalam kesempatan tersebut, Vance menyatakan bahwa pembatasan berlebihan terhadap sektor AI berpotensi menghambat perkembangan industri yang tengah mengalami kemajuan pesat. Ia menegaskan bahwa pemerintah AS akan berusaha semaksimal mungkin untuk mendorong kebijakan AI yang mendukung pertumbuhan ekonomi dan inovasi. Ia juga berharap bahwa gagasan deregulasi dapat menjadi bagian dari berbagai diskusi yang dilakukan dalam konferensi tersebut.

Industri transformatif mengacu pada sektor yang mampu menghadirkan perubahan besar dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk produksi, layanan, dan pola kerja masyarakat. AI sendiri dianggap sebagai salah satu bidang yang memiliki potensi untuk merevolusi sektor-sektor utama, seperti kesehatan, manufaktur, komunikasi, dan keuangan. Keunggulan AI dalam meningkatkan efisiensi, otomatisasi, serta inovasi menjadi alasan utama mengapa sektor ini mendapat perhatian besar dari berbagai negara.

Vance menegaskan bahwa AS tetap ingin menjalin kerja sama dengan Uni Eropa dalam pengembangan AI. Namun, ia menekankan bahwa demi membangun kepercayaan global, diperlukan kerangka regulasi yang lebih fleksibel. Menurutnya, regulasi yang ketat justru dapat menekan inovasi dan menghambat kemajuan teknologi. Ia pun mengajak negara-negara Eropa untuk menyambut perkembangan AI dengan optimisme, alih-alih merasa takut akan dampaknya. Selain itu, ia juga mengungkapkan bahwa AS sedang merancang rencana aksi yang menghindari regulasi yang terlalu membatasi.

Lebih lanjut, Vance menyampaikan kekhawatiran terhadap negara-negara yang berencana memperketat aturan terhadap perusahaan teknologi AS yang memiliki jangkauan internasional. Ia menyoroti bahwa peraturan internasional yang terlalu ketat dapat menjadi beban bagi perusahaan-perusahaan yang ingin berkembang di pasar global. Selain itu, ia juga menyoroti Undang-Undang Layanan Digital Uni Eropa, yang mewajibkan perusahaan untuk menghapus konten dan mengawasi apa yang disebut sebagai misinformasi.

Terkait dengan Peraturan Perlindungan Data Umum (GDPR) yang diberlakukan Uni Eropa, Vance menilai bahwa kebijakan tersebut menyulitkan perusahaan kecil dalam memenuhi persyaratan hukum. Ia menyatakan bahwa perusahaan harus menghadapi biaya kepatuhan yang besar atau berisiko dikenai denda dalam jumlah tinggi. Menurutnya, tantangan ini membuat beberapa perusahaan lebih memilih untuk membatasi akses pengguna dari Uni Eropa ketimbang harus berhadapan dengan aturan yang kompleks.

Dalam pidatonya, Vance juga membedakan antara perlindungan anak di dunia maya dengan upaya membatasi akses informasi bagi orang dewasa. Ia menganggap bahwa kebebasan berbicara tidak boleh dibatasi hanya karena suatu opini dianggap sebagai misinformasi oleh pemerintah tertentu.

Ia pun memastikan bahwa pemerintahan Presiden Donald Trump akan menjaga agar sistem AI yang dikembangkan di AS tetap bebas dari bias ideologis. Menurutnya, kebijakan AI yang diterapkan di AS tidak akan pernah membatasi hak warga negara dalam menyampaikan pendapat.

Vance juga menyoroti penggunaan AI oleh beberapa negara otoriter yang dianggap telah menyalahgunakan teknologi untuk kepentingan pengawasan dan propaganda. Ia menuduh bahwa beberapa rezim telah mencuri serta memanfaatkan AI guna memperkuat kemampuan intelijen militer mereka. Selain itu, AI juga digunakan untuk mengumpulkan data dari negara lain serta menyebarkan informasi yang bertujuan melemahkan stabilitas dan keamanan nasional.

Ia menegaskan bahwa pemerintahan AS tidak akan membiarkan praktik tersebut berlangsung. AS akan berupaya mencegah pencurian teknologi dan penyalahgunaan chip yang berasal dari negaranya. Dalam pernyataan tegasnya, Vance memastikan bahwa pemerintah AS akan mengambil langkah-langkah untuk melindungi inovasi teknologi dari tangan pihak yang tidak bertanggung jawab.

Di akhir pidatonya, Vance menegaskan bahwa AI bukanlah ancaman bagi tenaga kerja manusia, tetapi justru akan membantu meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan pekerja. Ia memastikan bahwa setiap kebijakan terkait AI yang diambil oleh pemerintah federal AS akan selalu mempertimbangkan kepentingan pekerja Amerika. Hal ini dilakukan demi memastikan bahwa AI benar-benar membawa manfaat yang maksimal bagi masyarakat luas.

Pernyataan Vance menunjukkan sikap tegas pemerintah AS dalam menanggapi regulasi AI yang dianggap dapat menghambat inovasi. Dengan menolak aturan yang terlalu ketat, AS berharap dapat menciptakan lingkungan yang lebih mendukung bagi perkembangan teknologi AI yang dapat mengubah masa depan industri secara global.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *