
Komisi IX DPR Usulkan Revisi UU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia
Tekno Jogja – Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia mengusulkan revisi terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2017 yang mengatur perlindungan bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI). Usulan ini muncul sebagai respons terhadap perubahan kelembagaan serta kebutuhan akan regulasi yang lebih kuat dalam melindungi PMI yang bekerja di luar negeri.
Anggota Komisi IX DPR, Muazzim Akbar, menyampaikan bahwa usulan revisi ini telah diajukan agar masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) periode 2025-2030. Menurutnya, perubahan yang terjadi dalam struktur kelembagaan menuntut adanya penyesuaian regulasi agar kebijakan yang diterapkan dapat lebih efektif. Ia menekankan bahwa revisi ini tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan perlindungan bagi pekerja migran, tetapi juga memastikan bahwa kontribusi mereka terhadap perekonomian nasional semakin maksimal.
Salah satu alasan utama yang melatarbelakangi usulan revisi ini adalah perubahan status Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), yang kini telah bertransformasi menjadi sebuah kementerian. Dengan status baru ini, BP2MI memiliki dua wakil menteri, empat direktur jenderal, serta sebelas pejabat eselon satu. Perubahan ini dianggap membutuhkan regulasi yang lebih komprehensif agar kementerian yang baru terbentuk tersebut dapat menjalankan tugasnya secara optimal dalam melindungi PMI di berbagai negara.
Perlindungan bagi PMI menjadi isu krusial dalam pembahasan revisi ini, mengingat masih banyak kasus yang menunjukkan lemahnya perlindungan bagi mereka. Salah satu kejadian yang menjadi perhatian adalah insiden penembakan terhadap PMI asal Nusa Tenggara Barat (NTB) di perairan Malaysia beberapa waktu lalu. Peristiwa tersebut menyoroti perlunya kebijakan yang lebih tegas dan detil dalam memastikan keselamatan pekerja migran, baik yang memiliki dokumen resmi maupun yang tidak.
Muazzim menegaskan bahwa dalam konteks perlindungan pekerja migran, status legalitas tidak seharusnya menjadi hambatan bagi pemerintah dalam memberikan perlindungan bagi warga negaranya. Ia menilai bahwa semua PMI, tanpa terkecuali, berhak mendapatkan perlindungan yang layak dari negara. Oleh karena itu, revisi terhadap UU Nomor 18 Tahun 2017 ini diharapkan dapat memberikan jaminan perlindungan yang lebih jelas dan kuat bagi para pekerja migran, tanpa membedakan status legalitas mereka di negara tempat mereka bekerja.
Selain aspek perlindungan, revisi ini juga diarahkan untuk meningkatkan pemasukan devisa negara yang berasal dari pekerja migran. Berdasarkan data yang dihimpun, pada tahun sebelumnya, devisa yang dihasilkan dari PMI mencapai angka Rp296 triliun. Angka tersebut menunjukkan betapa besar kontribusi para pekerja migran terhadap perekonomian nasional. Oleh karena itu, DPR menilai bahwa dengan adanya regulasi yang lebih baik, potensi penerimaan devisa dari pekerja migran dapat lebih ditingkatkan.
Muazzim menargetkan bahwa dengan adanya revisi UU ini, jumlah devisa yang dapat dikumpulkan dari pekerja migran bisa mencapai Rp500 triliun. Menurutnya, apabila target tersebut tercapai, pemerintah akan sangat terbantu dalam mengelola perekonomian nasional. Peningkatan devisa ini juga diharapkan dapat mendorong kebijakan yang lebih proaktif dalam mendukung pekerja migran, baik dalam proses perekrutan, pemberangkatan, maupun perlindungan di negara tujuan mereka bekerja.
DPR berencana untuk segera membentuk Panitia Kerja (Panja) yang bertugas menyusun dan membahas lebih lanjut revisi terhadap UU ini. Selain itu, berbagai pihak yang terkait dengan penempatan pekerja migran, termasuk kementerian terkait dan lembaga yang bertanggung jawab dalam proses perekrutan, juga akan diundang untuk memberikan masukan dalam penyusunan revisi ini. Dengan melibatkan berbagai pihak, diharapkan revisi yang dihasilkan nantinya akan lebih komprehensif dan mampu menjawab berbagai tantangan yang dihadapi pekerja migran.
Melalui revisi ini, DPR berharap agar BP2MI sebagai kementerian dapat lebih maksimal dalam menjalankan fungsinya, baik dalam memastikan keamanan dan kesejahteraan pekerja migran maupun dalam meningkatkan kontribusi mereka terhadap ekonomi nasional. Regulasi yang lebih komprehensif juga diharapkan mampu mempercepat proses pemberangkatan pekerja migran dengan biaya yang lebih murah dan prosedur yang lebih sederhana, sehingga mereka dapat bekerja di luar negeri dengan lebih mudah dan aman.
Dengan adanya perubahan ini, pekerja migran Indonesia diharapkan bisa mendapatkan perlindungan yang lebih baik, hak-haknya terpenuhi secara optimal, dan kesejahteraan mereka meningkat. Selain itu, dengan meningkatnya kontribusi mereka terhadap devisa negara, pemerintah juga dapat lebih aktif dalam merancang kebijakan yang mendukung kesejahteraan pekerja migran serta keluarga mereka di Indonesia. Revisi UU ini menjadi langkah penting dalam memastikan bahwa pekerja migran tidak hanya dipandang sebagai penyumbang devisa, tetapi juga sebagai warga negara yang memiliki hak untuk dilindungi dan dihargai atas kontribusinya terhadap bangsa.