Ombudsman RI Soroti Ketimpangan Distribusi Elpiji 3 Kg dan Keamanan Tabung
2 mins read

Ombudsman RI Soroti Ketimpangan Distribusi Elpiji 3 Kg dan Keamanan Tabung

Tekno Jogja – Distribusi elpiji bersubsidi 3 kilogram kembali menjadi perhatian Ombudsman RI setelah ditemukan ketidakseimbangan dalam penyalurannya di berbagai daerah. Berdasarkan hasil pengawasan yang telah dilakukan di beberapa wilayah, seperti Sulawesi Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Kepulauan Riau, Ombudsman RI menilai masih terdapat masalah dalam sistem distribusi yang berpotensi menghambat akses masyarakat terhadap bahan bakar bersubsidi tersebut.

Temuan tersebut disampaikan dalam Rapat Koordinasi Pengawasan terkait kebijakan distribusi elpiji bersubsidi yang digelar bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta PT Pertamina Patra Niaga pada Senin (10/2). Dalam pertemuan itu, Ombudsman RI mengungkapkan adanya ketimpangan dalam penempatan pangkalan elpiji. Sejumlah wilayah memiliki pangkalan yang letaknya berdekatan satu sama lain, sementara di daerah lain, masyarakat harus menempuh jarak yang cukup jauh untuk mendapatkan elpiji bersubsidi.

Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, dalam keterangannya di Jakarta pada Selasa, menjelaskan bahwa peran agen dalam menjamin ketersediaan elpiji masih belum optimal. Agen-agen tersebut hanya berfungsi sebagai distributor tanpa adanya kewajiban untuk menyediakan cadangan stok yang dapat digunakan ketika terjadi lonjakan permintaan atau gangguan pasokan. Akibatnya, masyarakat sering mengalami kesulitan dalam mendapatkan elpiji, terutama saat permintaan meningkat secara tiba-tiba.

Selain masalah distribusi, Ombudsman RI juga menyoroti prosedur pengisian ulang tabung elpiji di berbagai Stasiun Pengisian Bulk Elpiji (SPBE). Ditemukan bahwa standar pengecekan keamanan tabung masih belum seragam di berbagai wilayah. Beberapa SPBE menerapkan metode perendaman dalam air untuk memastikan tidak adanya kebocoran, sementara lainnya hanya melakukan pemeriksaan secara manual. Ketidaksesuaian prosedur ini menimbulkan risiko keselamatan bagi masyarakat yang menggunakan tabung elpiji tersebut.

Tak hanya itu, sejumlah tabung elpiji yang beredar di pasaran juga ditemukan tidak memiliki informasi kedaluwarsa yang jelas. Padahal, tanpa adanya tanggal kedaluwarsa yang tercantum, pengguna tidak dapat mengetahui apakah tabung tersebut masih layak digunakan atau tidak. Kondisi ini berpotensi menimbulkan bahaya, terutama jika tabung yang sudah tidak layak pakai masih terus digunakan oleh masyarakat.

Terkait kebijakan penjualan elpiji bersubsidi yang saat ini hanya dapat dilakukan melalui pangkalan resmi yang telah terdaftar, Ombudsman RI menilai kebijakan ini masih memerlukan kajian lebih mendalam. Salah satu aspek yang perlu diperhatikan adalah kesiapan infrastruktur pendataan guna memastikan distribusi berjalan lebih tertata. Selain itu, dampak kebijakan ini terhadap harga eceran tertinggi (HET) juga menjadi perhatian, mengingat harga di lapangan sering kali berbeda dengan ketentuan yang telah ditetapkan pemerintah.

Ombudsman RI menegaskan perlunya perbaikan sistem distribusi agar subsidi elpiji dapat benar-benar dinikmati oleh masyarakat yang berhak. Selain itu, pemerintah dan Pertamina diharapkan segera menindaklanjuti berbagai temuan ini guna menjamin keamanan, ketersediaan, dan keterjangkauan elpiji bersubsidi. Dengan langkah-langkah perbaikan yang tepat, diharapkan distribusi elpiji dapat berjalan lebih adil dan merata di seluruh wilayah Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *